Umroh Hemat Hotel Dekat bersama Ufuk Umroh melayani dengan sepenuh hati Meraih ibadah umrah sempurna dengan kondisi prima dan bahagia.
Umroh Hemat Hotel Dekat bersama Ufuk Umroh melayani dengan sepenuh hati Meraih ibadah umrah sempurna dengan kondisi prima dan bahagia.
6 Okt 2025 Artikel

Penting! Hukum Wanita Haid Saat Haji dan Umroh

Dalam perjalanan ibadah Haji dan Umroh, ada kondisi khusus yang dialami sebagian wanita, yaitu haid (menstruasi). Keadaan ini menimbulkan sejumlah pertanyaan fikih: apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, bagaimana cara menyikapinya agar tetap bisa melaksanakan sebagian ibadah, serta bagaimana kewajiban yang berubah karena haid. Artikel ini menguraikan pandangan umum dalam fiqih Islam tentang hal tersebut.

1. Ketika Haid, Wanita Tetap Menjalankan Manasik (Kecuali Thawaf)

Wanita yang sedang haid dalam keadaan berhaji tetap melakukan semua manasik seperti jamaah laki-laki: ihram, wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah dan Mina, serta melempar jumrah. Yang tidak boleh dilakukan hanyalah thawaf keliling Ka’bah selama masih mengalami haid.

Sebagaimana dalam kisah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang mengalami haid saat tiba di Mekkah sebelum sempat thawaf, Nabi ﷺ bersabda:

“Lakukanlah apa yang dilakukan orang yang berhaji, kecuali thawaf di Baitullah sampai engkau suci.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya, sebagian besar amalan manasik tetap bisa dijalankan, kecuali thawaf yang mensyaratkan kesucian dari hadas besar.

Selain itu, wanita haid juga mendapatkan keringanan berupa tidak diwajibkan melakukan thawaf wada’ (thawaf perpisahan), sebagai bentuk kemudahan dari syariat.

Jika wanita haid setelah berihram, maka ihramnya tetap sah. Ia tidak boleh thawaf hingga suci. Setelah suci dan mandi, ia langsung thawaf, sa’i, dan tahallul — tanpa perlu keluar miqat lagi.

2. Thawaf Ifadah & Wada’: Kewajiban dan Keringanan

Thawaf Ifadah merupakan salah satu rukun Haji yang wajib dilakukan agar hajinya sah. Jika seorang wanita mengalami haid sebelum melaksanakan thawaf ifadah, maka ia harus menunggu hingga suci untuk melaksanakannya.

Namun, dalam kondisi darurat — misalnya waktu kepulangan rombongan yang tidak dapat ditunda — sebagian ulama membolehkan thawaf dilakukan dengan menjaga kebersihan dan memastikan darah tidak keluar atau mengotori area Masjidil Haram.

Sedangkan thawaf wada’ (thawaf perpisahan) hukumnya wajib bagi jamaah yang akan meninggalkan Mekkah, kecuali bagi wanita haid, yang mendapatkan pengecualian berdasarkan hadis:

“Orang-orang diperintahkan agar akhir dari ibadah haji mereka adalah thawaf di Baitullah, tetapi diberikan keringanan bagi wanita haidh.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

3. Larangan Shalat, Puasa, Thawaf, dan Berdiam di Masjid Saat Haid

a. Shalat dan Puasa

Wanita haid dilarang melaksanakan shalat, baik fardhu maupun sunnah. Ia juga tidak wajib mengqadha (mengganti) shalat yang ditinggalkan.
Namun, jika haid terjadi di bulan Ramadan, puasa yang tertinggal wajib diganti setelah suci.

b. Thawaf dan Berdiam di Masjid

Thawaf di Ka’bah tidak sah dilakukan dalam keadaan haid, karena thawaf disamakan dengan shalat yang mensyaratkan kesucian dari hadas besar dan kecil. Oleh karena itu, thawaf hanya boleh dilakukan setelah mandi besar (ghusl) setelah haid selesai.

Terkait berada di dalam masjid, para ulama memberikan kelonggaran bagi wanita haid untuk masuk atau melintas di masjid jika ada kebutuhan yang mendesak — seperti mendengar kajian atau berlindung dari keramaian — selama ia menjaga kebersihan dan tidak mengotori area suci tersebut.

4. Dalil-Dalil & Prinsip Kemudahan (Taisir)

Dalil utama yang menjadi dasar hukum ini adalah hadis dari Aisyah radhiyallahu ‘anha:

“Lakukanlah apa yang dilakukan jamaah haji lainnya, kecuali thawaf di Ka’bah sampai engkau suci.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Selain itu, Islam menegakkan prinsip kemudahan dalam ibadah sebagaimana firman Allah:

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
(QS. Al-Baqarah: 286)

“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu.”
(QS. Al-Baqarah: 185)

Kedua ayat ini menjadi dasar penting dalam pemberian keringanan bagi wanita yang haid dalam pelaksanaan Haji dan Umroh.

5. Kesimpulan & Rekomendasi Praktis

  • Wanita haid tetap melaksanakan seluruh manasik Haji dan Umroh kecuali thawaf.

  • Jika haid datang sebelum thawaf ifadah, wajib menunggu hingga suci. Dalam keadaan sangat mendesak, thawaf boleh dilakukan dengan menjaga kebersihan dan adab.

  • Wanita haid dikecualikan dari kewajiban thawaf wada’.

  • Selama haid, shalat dan puasa tidak boleh dilakukan. Puasa wajib diqadha, sedangkan shalat tidak perlu diganti.

  • Boleh memasuki masjid jika ada kebutuhan, dengan menjaga kesucian dan kebersihan.

  • Prinsip kemudahan dan tidak memberatkan menjadi landasan utama dalam menetapkan hukum ini.

Penutup

Haid bukanlah penghalang bagi seorang wanita untuk meraih keutamaan ibadah Haji dan Umroh. Selama tetap menjaga adab, niat, dan kesucian sesuai kemampuan, maka amalnya insya Allah diterima. Syariat Islam penuh rahmat dan memberikan kemudahan bagi setiap hamba dalam menjalankan perintah Allah sesuai kodrat dan keadaannya.

Artikel Lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *